Kamis, 29 November 2012

Studi Kasus Siswa Di Sekolah



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Prabawa adalah seorang siswa SMA yang bersekolah di kota besar, kelas XII semester II (dua) program studi IPS. Dia tinggal bersama orangtuanya, orangtuanya mendukung citan-citanya menjadi seorang guru akuntansi. Prabawa berharap dapat diterima di FKIP Negeri di kotanya sendiri, dan telah berusaha sejak kelas X supaya nilai rata-rata dalam rapor setiap semester minimal 7. Dalam usaha ini dia telah berhasil.
Selain itu, sejak awal kelas XI dia juga berhasil dalam mengikat hati seorang siswi yang duduk di kelas yang sama. Mereka sudah biasa pergi rekreasi bersama, meskipun pihak puteri terpaksa main backstreet karena orangtuanya belum mengizinkan untuk berpacaran. Pada awal semester kedua siswi mengatakan bahwa orangtuanya telah mengetahui hubungannya dan memarahi dia; bahkan mereka mengancam ini dan itu. Siswi itu merasa terpaksa memutuskan hubungan karena dia tidak berani melawan orangtua. Prabawa pun depresi dan berpikir: “Apa gunanya meneruskan hidup di dunia ini? Saya tidak rela dicintai ataupun mencintai gadis lain. Hanya satu ini yang menjadi idaman saya! Sumber semangat belajarku dan pendukung cita-citaku lenyap!”
Prabawa pun membolos sekolah selama satu minggu.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, didapatkan suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Prabawa menjadi depresi akibat kekasihnya memutuskan hubungan lantaran orangtua kekasihnya belum mengizinkan untuk berpacaran.
 
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.     Asas-asas Bimbingan dan Konseling
1.      Asas kerahasiaan
Asas yang menuntut segenap data dan keterangan siswa (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain.
2.      Asas kesukarelaan
Asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan siswa (klien) mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya.
3.      Asas keterbukaan
Asas yang menghendaki agar siswa (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.
4.      Asas kegiatan
Asas yang menghendaki agar siswa (klien) yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan.
5.      Asas kemandirian
Asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu siswa (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.
6.      Asas kekinian
Asas yang menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling, yakni permasalahan yang dihadapi siswa (klien) adalah dalam kondisi sekarang. 
7.      Asas kedinamisan
Asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan siswa (klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.      Asas keterpaduan
Asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu.
9.      Asas kenormatifan
Asas yang menghendaki agar seluruh layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku.
10.  Asas keahlian
Asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingandan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah professional.
11.  Asas alih tangan kasus
Asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan siswa (klien) dapat mengalihtangankan kepada pihak yang lebih ahli.
12.  Asas Tut Wuri Handayani
Asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan, dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa (klien) untuk maju.
B.     Pendekatan yang Dilakukan Dalam Proses Bimbingan dan Konseling
I.                   Rational Emotive Therapy
Manusia dilahirkan dengan potensi untuk berpikir rasional, tetapi juga dengan kecenderungan-kecenderungan ke arah berpikir curang. Mereka cenderung untuk menjadi korban dari keyakinan-keyakinan irasional dan untuk mereindoktrinasi dengan keyakinan-keyakinan yang irasional itu, tetapi berorientasi kognitif-tingkah laku-tindakan, dan menekankan berpikir, menilai, menganalisis, melakukan, dan memutuskan ulang. Modelnya adalah didaktif, direktif, tetapi dilihat sebagai proses reduksi.
Corak konseling RET berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian bersifat filsafat dan sebagian lagi bersifat psikologis, yaitu :
a)      Manusia adalah makhluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga bukan makhluk yang kurang dari seorang manusia.
b)      Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri.
c)      Hidup secara rasional berarti berpikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga kebahagian hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif.
d)     Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sekaligus untuk hidup secara tidak rasional (irasional).
e)      Orang kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang sebenarnya kurang masuk akal atau irasional (irrational beliefs), yang ditanamkan sejak kecil dalm lingkungan kebudayaan atau diciptakan sendiri.
f)       Pikiran-pikiran manusia biasanya menggunakan berbagai lambing verbal dan dituangkan dalam bentuk bahasa.
g)      Bilamana seseorang merasa tidak bahagia dan mengalami berbagai gejolak perasaan yang tidak menyenangkan serta membunuh semangat hidup, rasa-rasa itu bukan berpangkal pada rentetan kejadian dan pengalaman kemalangan yang telah berlangsung (activating event; activating experience), melainkan pada tanggapannya yang tidak rasional terhadap kejadian dan pengalaman itu (irrational beliefs)
h)      Untuk membantu orang mencapai taraf kebahagian hidup yang lebih baik dengan hidup secara lebih rasional, RET memfokuskan perhatiannya pada perubahan pikiran irasional menjadi rasional.
i)        Mengubah diri dalam berpikir irasional bukan perkara yang mudah, karena orang memiliki kecenderungan untuk mempertahankan keyakinan-keyakinan yang sebenarnya tidak masuk akal, ditambah dengan perasaan cemas tentang ketidakmampuannya mengubah tingkah lakunya dan akan kehilangan berbagai keuntunganyang diperoleh dari perilakunya.
j)        Konselor RET harus berusaha membantu orang menaruh perhatian wajar pada kebahagiaan batinnya sendiri, menerima tanggung jawab atas pengaturan hidupnya sendiri tanpa menuntut secara mutlak dukungan dari orang lain; memberikan hak kepada orang lain untuk berbuat salah tanpa menjatuhkan hukuman neraka atas mereka sebagai manusia; menerima kenyataan, bahwa banyak hal dalam kehidupannya tidak dapat diramalkan secara pasti; berpikir obyektif tentang diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain; berani mengambil resiko yang wajar dan mencoba hal-hal yang baru; menerima diri sendiri dan merasa puas dengan diri sendiri sehingga dapat menikmati hidup; dan mengakui bahwa mustahillah tidak pernah mengalami rasa frustasi, rasa sedih, rasa kesal, dan sebagainya.
k)      Konselor harus membantu konseli mengubah pikirannya yang irasional dengan mendiskusikannya secar terbuka dan terus terang (dispute).
l)        Diskusi itu akan menghasilkan efek-efek, yaitu pikiran-pikiran yang lebih rasional (cognitive effects), perasaan-perasaan yang lebih wajar (emotional effects), dan berperilaku yang lebih tepat dan lebih sesuai (behavioral effects).

BAB III
PEMBAHASAN
A.    Langkah-langkah Kerja
Adapun langkah-langkah kerja dalam menangani kasus Prabawa, yaitu :
1.      Membangun hubungan pribadi dengan Prabawa;
Dalam hal ini konselor menjelaskan alasan mengapa Prabawa dipanggil, yaitu selama satu minggu tidak masuk sekolah tanpa ada kabar, dan bertanya apakah ada sesuatu yang ingin dibicarakannya berkaitan dengan hal itu.
2.      Mendengarkan dengan penuh perhatian ungkapan pikiran dan perasaan Prabawa;
3.      Mengadakan analisis kasus, yaitu mencari gambaran yang lengkap mengenai kaitan antara (Activating event, Belief, Consequences);
4.      Membantu Prabawa untuk menemukan jalan keluar dari persoalannya;
5.      Mengakhiri hubungan pribadi dengan Prabawa.

B.     Penanganan/Pengentasan Masalah
Adapun penanganan/pengentasan masalah dari kasus Prabawa ini, yakni sebagai berikut :
                  Konselor memberikan pandangan-pandangan baru kepada Prabawa, misalnya seperti: “Pada umur sekarang belum tentulah bahwa gadis itu adalah jodohmu. Mungkin saja hubungan ini akan berubah bila Prabawa dan siswi itu sudah menginjak dewasa”; “Anggaplah pengalaman berpacaran ini sebagai pelajaran yang berguna, yaitu Prabawa sudah mengalami keindahan cinta, tetapi sekaligus lebih menyadari harus melihat situasi dan kondisi siswi yang masih bersekolah seperti Prabawa sendiri”; “Orangtuanya mungkin menginginkan supaya anak mereka menyelesaikan studinya terlebih dahulu sebelum mengikat diri. Selain itu tindakan backstreet tidak tepat dilakukan oleh gadis remaja, karena ini menghancurkan hubungan terbuka antara orangtua dan anak”; “Tidak lebih baikkah Prabawa menyelesaikan SMA lebih dahulu dan nantinya melihat lagi kemungkinan untuk menyambung kembali hubungan dengan gadis itu, kalau dia memang cocok untuk Prabawa?”; lebih baiklah pada pemuda untuk mendapatkan kepastian tentang suatu pekerjaan, sehingga dia dapat menghidupi keluarga. Orangtua putri ingin supaya  kehidupan anaknya, yang diserahkan kepada seorang pria, betul-betul terjamin”; “Kegagalan dalam bercinta di masa remaja bukan musibah yang menghancurkan masa depan”; “Mereka kecewa sekarang ini adalah perasaan yang wajar pada umurmu sekarang”; dan lain-lain pertimbangan.
 
 
BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Dalam kasus Prabawa ini konselor menggunakan pendekatan RET (Rational Emotive Therapy). Konselor memberikan pandangan-pandangan baru kepada Prabawa yang pada akhirnya membuat Prabawa menjadi lebih tenang dan memutuskan untuk tidak lagi mengajak teman siswinya itu (mantan kekasihnya) pergi berdua dan mengejar pelajaran yang ketinggalan (perilaku; R ‘Rational’).

B.     Kritik & Saran
            Tidak seharusnya hanya karena hal cinta seseorang kehilangan akal sehatnya. Semoga ini dapat menjadi pelajaran bagi kita khususnya kepada anak yang masih memiliki jiwa labil. Dan semoga makalah ini bermanfaat.


DAFTAR PUSTAKA

Anas Salahudin. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia. 2010

Prayitno dan Erman Amfi. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Jakarta: Reneka Cipta. 2008

Winkel, W.S dan M.M. Sri Hastuti. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi. 2006



Tidak ada komentar:

Posting Komentar