BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Prabawa adalah seorang siswa SMA yang bersekolah di
kota besar, kelas XII semester II (dua) program studi IPS. Dia tinggal bersama
orangtuanya, orangtuanya mendukung citan-citanya menjadi seorang guru
akuntansi. Prabawa berharap dapat diterima di FKIP Negeri di kotanya sendiri,
dan telah berusaha sejak kelas X supaya nilai rata-rata dalam rapor setiap
semester minimal 7. Dalam usaha ini dia telah berhasil.
Selain itu, sejak awal kelas XI dia juga berhasil
dalam mengikat hati seorang siswi yang duduk di kelas yang sama. Mereka sudah
biasa pergi rekreasi bersama, meskipun pihak puteri terpaksa main backstreet karena orangtuanya belum
mengizinkan untuk berpacaran. Pada awal semester kedua siswi mengatakan bahwa
orangtuanya telah mengetahui hubungannya dan memarahi dia; bahkan mereka
mengancam ini dan itu. Siswi itu merasa terpaksa memutuskan hubungan karena dia
tidak berani melawan orangtua. Prabawa pun depresi dan berpikir: “Apa gunanya
meneruskan hidup di dunia ini? Saya tidak rela dicintai ataupun mencintai gadis
lain. Hanya satu ini yang menjadi idaman saya! Sumber semangat belajarku dan
pendukung cita-citaku lenyap!”
Prabawa
pun membolos sekolah selama satu minggu.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, didapatkan suatu
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Prabawa
menjadi depresi akibat kekasihnya memutuskan hubungan lantaran orangtua
kekasihnya belum mengizinkan untuk berpacaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Asas-asas Bimbingan dan Konseling
1. Asas
kerahasiaan
Asas yang menuntut
segenap data dan keterangan siswa (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu
data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain.
2. Asas
kesukarelaan
Asas yang menghendaki
adanya kesukaan dan kerelaan siswa (klien) mengikuti/menjalani layanan/kegiatan
yang diperuntukkan baginya.
3. Asas
keterbukaan
Asas yang menghendaki
agar siswa (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan
tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri
maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi
pengembangan dirinya.
4. Asas
kegiatan
Asas yang menghendaki
agar siswa (klien) yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi aktif dalam
penyelenggaraan/kegiatan bimbingan.
5. Asas
kemandirian
Asas yang menunjukkan
pada tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu siswa (klien) sebagai sasaran
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu
yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.
6. Asas
kekinian
Asas yang menghendaki
agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling, yakni permasalahan yang
dihadapi siswa (klien) adalah dalam kondisi sekarang.
7. Asas
kedinamisan
Asas yang menghendaki agar
isi layanan terhadap sasaran layanan siswa (klien) hendaknya selalu bergerak
maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas
keterpaduan
Asas yang menghendaki
agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan
oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan
terpadu.
9. Asas
kenormatifan
Asas yang menghendaki
agar seluruh layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada
norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu
pengetahuan, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku.
10. Asas
keahlian
Asas yang menghendaki
agar layanan dan kegiatan bimbingandan konseling diselenggarakan atas dasar
kaidah-kaidah professional.
11. Asas
alih tangan kasus
Asas yang menghendaki
agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan
konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan siswa (klien) dapat
mengalihtangankan kepada pihak yang lebih ahli.
12. Asas
Tut Wuri Handayani
Asas yang menghendaki
agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan
suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan
rangsangan, dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa
(klien) untuk maju.
B. Pendekatan
yang Dilakukan Dalam Proses Bimbingan dan Konseling
I.
Rational Emotive Therapy
Manusia
dilahirkan dengan potensi untuk berpikir rasional, tetapi juga dengan
kecenderungan-kecenderungan ke arah berpikir curang. Mereka cenderung untuk
menjadi korban dari keyakinan-keyakinan irasional dan untuk mereindoktrinasi
dengan keyakinan-keyakinan yang irasional itu, tetapi berorientasi kognitif-tingkah
laku-tindakan, dan menekankan berpikir, menilai, menganalisis, melakukan, dan
memutuskan ulang. Modelnya adalah didaktif, direktif, tetapi dilihat sebagai
proses reduksi.
Corak
konseling RET berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia dan
tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian bersifat filsafat dan
sebagian lagi bersifat psikologis, yaitu :
a) Manusia
adalah makhluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga bukan
makhluk yang kurang dari seorang manusia.
b) Perilaku
manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi
sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri.
c) Hidup
secara rasional berarti berpikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa,
sehingga kebahagian hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif.
d) Manusia
memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sekaligus
untuk hidup secara tidak rasional (irasional).
e) Orang
kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang sebenarnya kurang masuk akal atau irasional (irrational beliefs), yang ditanamkan sejak kecil dalm lingkungan
kebudayaan atau diciptakan sendiri.
f) Pikiran-pikiran
manusia biasanya menggunakan berbagai lambing verbal dan dituangkan dalam
bentuk bahasa.
g) Bilamana
seseorang merasa tidak bahagia dan mengalami berbagai gejolak perasaan yang
tidak menyenangkan serta membunuh semangat hidup, rasa-rasa itu bukan
berpangkal pada rentetan kejadian dan pengalaman kemalangan yang telah
berlangsung (activating event; activating
experience), melainkan pada tanggapannya yang tidak rasional terhadap
kejadian dan pengalaman itu (irrational
beliefs)
h) Untuk
membantu orang mencapai taraf kebahagian hidup yang lebih baik dengan hidup
secara lebih rasional, RET memfokuskan perhatiannya pada perubahan pikiran irasional
menjadi rasional.
i)
Mengubah diri dalam berpikir irasional
bukan perkara yang mudah, karena orang memiliki kecenderungan untuk
mempertahankan keyakinan-keyakinan yang sebenarnya tidak masuk akal, ditambah
dengan perasaan cemas tentang ketidakmampuannya mengubah tingkah lakunya dan
akan kehilangan berbagai keuntunganyang diperoleh dari perilakunya.
j)
Konselor RET harus berusaha membantu
orang menaruh perhatian wajar pada kebahagiaan batinnya sendiri, menerima
tanggung jawab atas pengaturan hidupnya sendiri tanpa menuntut secara mutlak
dukungan dari orang lain; memberikan hak kepada orang lain untuk berbuat salah
tanpa menjatuhkan hukuman neraka atas mereka sebagai manusia; menerima
kenyataan, bahwa banyak hal dalam kehidupannya tidak dapat diramalkan secara
pasti; berpikir obyektif tentang diri sendiri dan hubungannya dengan orang
lain; berani mengambil resiko yang wajar dan mencoba hal-hal yang baru;
menerima diri sendiri dan merasa puas dengan diri sendiri sehingga dapat
menikmati hidup; dan mengakui bahwa mustahillah tidak pernah mengalami rasa
frustasi, rasa sedih, rasa kesal, dan sebagainya.
k) Konselor
harus membantu konseli mengubah pikirannya yang irasional dengan
mendiskusikannya secar terbuka dan terus terang (dispute).
l)
Diskusi itu akan menghasilkan efek-efek,
yaitu pikiran-pikiran yang lebih rasional (cognitive
effects), perasaan-perasaan yang lebih wajar (emotional effects), dan berperilaku yang lebih tepat dan lebih
sesuai (behavioral effects).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Langkah-langkah
Kerja
Adapun langkah-langkah kerja dalam menangani kasus
Prabawa, yaitu :
1. Membangun
hubungan pribadi dengan Prabawa;
Dalam hal ini konselor
menjelaskan alasan mengapa Prabawa dipanggil, yaitu selama satu minggu tidak
masuk sekolah tanpa ada kabar, dan bertanya apakah ada sesuatu yang ingin
dibicarakannya berkaitan dengan hal itu.
2. Mendengarkan
dengan penuh perhatian ungkapan pikiran dan perasaan Prabawa;
3. Mengadakan
analisis kasus, yaitu mencari gambaran yang lengkap mengenai kaitan antara (Activating event, Belief, Consequences);
4. Membantu
Prabawa untuk menemukan jalan keluar dari persoalannya;
5. Mengakhiri
hubungan pribadi dengan Prabawa.
B. Penanganan/Pengentasan
Masalah
Adapun
penanganan/pengentasan masalah dari kasus Prabawa ini, yakni sebagai berikut :
Konselor memberikan pandangan-pandangan baru kepada
Prabawa, misalnya seperti: “Pada umur sekarang belum tentulah bahwa gadis itu
adalah jodohmu. Mungkin saja hubungan ini akan berubah bila Prabawa dan siswi
itu sudah menginjak dewasa”; “Anggaplah pengalaman berpacaran ini sebagai
pelajaran yang berguna, yaitu Prabawa sudah mengalami keindahan cinta, tetapi
sekaligus lebih menyadari harus melihat situasi dan kondisi siswi yang masih
bersekolah seperti Prabawa sendiri”; “Orangtuanya mungkin menginginkan supaya
anak mereka menyelesaikan studinya terlebih dahulu sebelum mengikat diri.
Selain itu tindakan backstreet tidak
tepat dilakukan oleh gadis remaja, karena ini menghancurkan hubungan terbuka
antara orangtua dan anak”; “Tidak lebih baikkah Prabawa menyelesaikan SMA lebih
dahulu dan nantinya melihat lagi kemungkinan untuk menyambung kembali hubungan
dengan gadis itu, kalau dia memang cocok untuk Prabawa?”; lebih baiklah pada
pemuda untuk mendapatkan kepastian tentang suatu pekerjaan, sehingga dia dapat
menghidupi keluarga. Orangtua putri ingin supaya kehidupan anaknya, yang diserahkan kepada
seorang pria, betul-betul terjamin”; “Kegagalan dalam bercinta di masa remaja
bukan musibah yang menghancurkan masa depan”; “Mereka kecewa sekarang ini
adalah perasaan yang wajar pada umurmu sekarang”; dan lain-lain pertimbangan.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
kasus Prabawa ini konselor menggunakan pendekatan RET (Rational Emotive Therapy). Konselor memberikan pandangan-pandangan
baru kepada Prabawa yang pada akhirnya membuat Prabawa menjadi lebih tenang dan
memutuskan untuk tidak lagi mengajak teman siswinya itu (mantan kekasihnya)
pergi berdua dan mengejar pelajaran yang ketinggalan (perilaku; R ‘Rational’).
B. Kritik
& Saran
Tidak
seharusnya hanya karena hal cinta seseorang kehilangan akal sehatnya. Semoga
ini dapat menjadi pelajaran bagi kita khususnya kepada anak yang masih memiliki
jiwa labil. Dan semoga makalah ini bermanfaat.
DAFTAR
PUSTAKA
Anas
Salahudin. Bimbingan dan Konseling.
Bandung: Pustaka Setia. 2010
Prayitno
dan Erman Amfi. Dasar-Dasar Bimbingan
Konseling. Jakarta: Reneka Cipta. 2008
Winkel,
W.S dan M.M. Sri Hastuti. Bimbingan dan
Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi. 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar