Kamis, 29 November 2012

Kenakalan Remaja



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam bukunya, Sarlito Wirawan Sarwono yang mengutip dari (Weiner, 1980:497) menyebutkan bahwa salah satu upaya untuk mendefinisikan penyimpangan perilaku remaja dalam arti kenakalan anak (juvenile delinquency) dilakukan oleh M. Gold dan J. Petronio yaitu sebagai berikut:
“Kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman”.
Dalam definisi tersebut faktor yang penting adalah unsur pelanggaran hukum dan kesengajaan serta kesadaran anak itu sendiri tentang konsekuensi dari pelanggaran itu. Kalau definisi ini digunakan, yang termasuk kenakalan remaja menjadi sangat terbatas. Padahal kelakuan-kelakuan yang menyimpang dari peraturan orang tua, peraturan sekolah atau norma-norma masyarakat yang bukan hukum juga bisa membawa remaja kepada kenakalan-kenakalan yang lebih serius, atau bahkan kejahatan yang benar-benar melanggar hukum pada masa dewasanya remaja.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana asal mulanya perilaku penyimpangan pada remaja ?
2.      Apa yang menjadi penyebab kenakalan remaja ?
3.      Bagaimana cara pencegahan perilaku menyimpang pada remaja ?
4.      Bagaimana cara menangani perilaku menyimpang pada remaja ?
C.     Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas didapatkan suatu tujuan dari pembuatan makalah ini, yakni sebagai berikut:
1.      Agar mengetahui asal mulanya perilaku penyimpangan pada remaja.
2.      Agar mengetahui apa  yang menjadi penyebab kenakalan remaja.
3.      Agar mengetahui cara pencegahan perilaku yang menyimpang pada remaja.
4.      Agar mengetahui cara penanganan perilaku yang menyimpang pada remaja.
D.    Manfaat
Adapun manfaat yang didapat dari pembuatan makalah ini yaitu agar kami semua khususnya para pembaca mengetahui asal mula, penyebab, cara pencegahan, dan cara penanganan penyimpangan kenakalan pada remaja.


BAB II
KENAKALAN REMAJA
A.    Pengertian Kenakalan Remaja
Dalam bukunya, Sofyan S. Willis yang mengutip dari Cavan (Juvenile Delinquency: 1962) menyebutkan bahwa: “Juvenile Delinquency refers to the failure of children and youth to meet certain obligation expected of them by the society in which they live”. Kenakalan anak dan remaja itu disebabkan kegagalan mereka dalam memperoleh penghargaan dari masyarakat tempat mereka tinggal. Penghargaan yang mereka harapkan ialah tugas dan tanggung jawab seperti orang dewasa. Mereka menuntut suatu peranan sebagaimana dilakukan oleh orang dewasa. Tetapi orang dewasa tidak dapat memberikan tanggung jawab dan peranan itu, karena belum adanya rasa kepercayaan terhadap mereka.
Mengenai masalah kenakalan remaja dewasa ini sudah menjadi program pemerintah untuk menanggulanginya. Hal ini sudah terbukti sejak tahun 1971 Pemerintah telah menaruh perhatian yang serius dengan dikeluarkannya Bakolak Inpres No.6/1971 Pedoman 8, tentang Pola Penanggulangan Kenakalan Remaja. Di dalam pedoman itu diungkapkan mengenai pengertian kenakalan remaja sebagai berikut: “Kenakalan remaja ialah kelainan tingkah laku, perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat asocial bahkan anti sosial yang melanggar norma-norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat”.
Secara sosiologis kenakalan remaja menurut Dr. Fuad Hassan yang dikutip oleh Sofyan S. Willis dalam bukunya ialah: “Kelakuan atau perbuatan anti sosial dan anti normative”. Sedangkan menurut Dr. Kusumanto yang dikutip oleh Sofyan S. Willis dalam bukunya ialah: “Tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai acceptable dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaan”.
Kenakalan anak dan remaja menurut Hurlock (1978) yang dikutip oleh Sofyan S. Willis dalam bukunya ialah: “Bersumber dari moral yang sudah berbahaya atau beresiko (moral hazard). Menurutnya, kerusakan moral bersumber dari: (1) keluarga yang sibuk, keluarga retak, dan keluarga dengan single parent dimana anak hanya diasuh oleh ibu; (2) menurunnya kewibawaan sekolah dalam mengawasi anak; (3) peranan gereja tidak mampu menangani masalah moral.

Dari beberapa definisi di atas mengenai kenakalan remaja maka dapat kami simpulkan bahwa kenakalan remaja ialah tindak perbuatan sebahagian para remaja yang bertentangan dengan hukum, agama dan norma-norma masyarakat sehingga akibatnya dapat merugikan orang lain, mengganggu ketentraman umum dan juga merusak dirinya sendiri.
B.     Beberapa Problema Remaja
1.      Kebutuhan-Kebutuhan Remaja
Menurut Sofyan S. Willis dalam bukunya menyebutkan bahwa kebutuhan-kebutuhan remaja terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a.       Kebutuhan Biologis
Kebutuhan biologis sering juga disebut “physiological drive” atau “biological motivation”. Pengertian kebutuhan atau motif ialah segala alasan yang mendorong makhluk hidup untuk bertingkah laku mencapai sesuatu yang diinginkannya atau dituju (goal). Kebutuhan biologis (motif biologis) ialah motif yang berasal daripada dorongan-dorongan biologis. Motif  ini sudah dibawa sejak lahir, jadi tanpa dipelajari.

b.      Kebutuhan Psikologis
Kebutuhan psikologis (psikis) adalah segala dorongan kejiwaan yang menyebabkan orang bertindak mencapai tujuannya. Kebutuhan ini bersifat individual. Kebutuhan psikis diantaranya: 1) kebutuhan beragama; dan 2) kebutuhan akan rasa aman.

c.       Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial ialah kebutuhan yang berhubungan dengan orang lain atau ditimbulkan oleh orang lain/hal-hal di luar diri. Menurut pendapat seorang sosiolog W.I Thomas yang diungkapkan oleh Sartain (1973) yang dikutip oleh Sofyan S. Willis dalam bukunya bahwa kebutuhan manusia itu ada empat, yakni sebagai berikut: 1) kebutuhan untuk dikenal; 2) kebutuhan untuk mendapat respon dari orang lain; 3) kebutuhan untuk memiliki; 4) kebutuhan untuk memperoleh pengalaman yang baru.

2.      Problema Remaja
Menurut Sofyan S. Willis dalam bukunya menyebutkan bahwa problema remaja terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya:
a.       Problem Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri ialah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungan.
Adapun yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja menurut Schneiders (1984) yang dikutip oleh Mohammad Ali dan Mohammad Asrori dalam bukunya, setidaknya ada lima faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja, yaitu:
1)      Kondisi fisik;
2)      Kepribadian;
3)      Proses belajar;
4)      Lingkungan; dan
5)      Agama serta budaya.

b.      Problem Beragama
Masalah agama pada remaja sebenarnya terletak pada tiga hal: Pertama, keyakinan dan kesadaran beragama. Kedua, pelaksanaan ajaran agama secara teratur. Ketiga, perubahan tingkah laku karena agama.

c.       Problem Kesehatan
Problem kesehatan ialah masalah yang dihadapi sehubungan dengan kesehatan jasmani dan rohaninya. Khususnya di masa remaja, masalah kesehatan sering menjadi pusat pemikiran.

d.      Problem Ekonomi dan Mendapat Pekerjaan
Masalah mendapatkan pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi, merupakan masalah yang cukup menggelisahkan para remaja.

e.       Problem Perkawinan dan Hidup Berumah Tangga
Problem ini didasarkan atas kebutuhan seksual yang amat menonjol pada masa remaja, sehubungan dengan kematangan organ seksual. Pada masa ini kadang-kadang timbul konflik antara remaja dengan orangtuanya  dalam soal pemilihan jodoh.

f.       Problem Ingin Berperan Di Masyarakat
Keinginan berperan di masyarakat bersumber dari motif ingin mendapat penghargaan (motif sosial). Kadang-kadang orang dewasa  atau anggota masyarakat tidak menghiraukan keinginan berperan pada anak dan remaja. Keinginan berperan di dalam masyarakat adalah suatu dorongan sosial yang terbentuk karena tuntutan kemajuan teknologi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

g.      Problem Pendidikan
Problem ini berhubungan dengan kebutuhan akan ilmu pengetahuan yang diperlukan para remaja dalam rangka mencapai kepuasan ingin mengetahui/meneliti hal-hal yang belum terungkapkan secara ilmiah. Kebutuhan ini juga berguna bagi tercapainya masa depan yang gemilang da nada kaitannya dengan status ekonomi mereka nantinya.

h.      Problem Mengisi Waktu Terluang
Waktu terluang (senggang) ialah sisa waktu yang kosong setelah habis belajar dan bekerja.

i.        Problem Pekerjaan dan Pengangguran
j.        Dampak Pengangguran Orang Muda
k.      Kebebasan Seks
Kebebasan seks di kalangan remaja makin menggelisahkan. Pergaulan ala Barat nampaknya memicu keinginan untuk bergaul bebas antara wanita dengan lelaki. Budaya Barat yang mengutamakan nafsu, menambah berbagai aspek kehidupan remaja. Mode pakaian, alat kecantikan, gaya rambut, dan terutama pergaulan hidup bebas telah menular ke negeri yang beragama ini.

C.     Kenakalan Remaja
Dalam bukunya Sarlito Wirawan Sarwono menyebutkan: Kenakalan remaja yang dimaksud di sini adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum. Menurut Jensen (1985: 417) membagi kenakalan remaja menjadi empat jenis yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya, yaitu:
1.      Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
2.      Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
3.      Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat. Di Indonesia mungkin dapat juga dimasukkan hubungan seks sebelum menikah dalam jenis ini.
4.      Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara pergi meninggalkan rumah/membantah perintah orang tua dan sebagainya. Pada usia mereka, perilaku-perilaku mereka memang belum melanggar hukum dalam arti yang sesungguhnya karena yang dilanggar adalah status-status dalam lingkungan primer (keluarga) dan sekunder (sekolah) yang mereka tidak diatur oleh hukum secara terinci. Akan tetapi, kalau kelak remaja ini dewasa, pelanggaran status ini dapat dilakukannya terhadap atasannya di kantor atau petugas hukum di dalam masyarakat. Karena itu pelanggaran status ini oleh Jensen digolongkan juga sebagai kenakalan dan bukan sekedar perilaku menyimpang.


BAB III
JAWABAN DARI RUMUSAN MASALAH
A.    Asal Mulanya Perilaku Menyimpang pada Remaja
            Cara menerangkan asal mula kenakalan remaja, Jensen menggolongkan ke dalam teori sosiogenik yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya, yaitu teori-teori yang mencoba mencari sumber penyebab kenakalan remaja pada faktor lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam bukunya, Sarlito Wirawan Sarwono mengutip dari Jensen (1985: 421) bahwa selain teori sosiogenik, adapun teori-teori tentang asal mula kelainan perilaku remaja dapat digolongkan dalam dua jenis teori yang lain, yaitu teori psikogenik dan teori biogenik. Teori psikogenik menyatakan bahwa kelainan perilaku disebabkan oleh faktor-faktor di dalam jiwa remaja itu sendiri, misalnya oleh Oedipoes Complex. Sementara itu, teori biogenik menyatakan bahwa kelainan  perilaku disebabkan oleh kelainan fisik atau genetik (bakat).
            Cara pembagian faktor kelainan perilaku anak dan remaja dikemukakan pula oleh orang-orang lain, seperti antara lain oleh Philip Graham (1983) yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya. Philip Graham lebih mendasarkan teorinya pada pengamatan empiris dari sudut kesehatan mental anak dan remaja. Ia juga membagi faktor-faktor penyebab itu ke dalam dua golongan, yaitu:
1.      Faktor Lingkungan:
a.       Malnutrisi (kekurangan gizi);
b.      Kemiskinan di kota-kota besar;
c.       Gangguan lingkungan (polusi, kecelakaan lalu lintas, bencana alam, dan lain-lain);
d.      Migrasi (urbanisasi, pengungsian karena perang, dan lain-lain);
e.       Faktor sekolah (kesalahan mendidik, faktor kurikulum, dan lain-lain);
f.       Keluarga yang tercerai berai (perceraian, perpisahan yang terlalu lama, dan lain-lain);
g.      Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga:
1)      Kematian orang tua
2)      Orang tua sakit berat atau cacat
3)      Hubungan antar anggota keluarga tidak harmonis
4)      Orang tua sakit jiwa
5)      Kesulitan dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan keuangan, tempat tinggal tidak memenuhi syarat, dan lain-lain.

2.      Faktor Pribadi:
a.       Faktor bakat yang mempengaruhi tempramen (menjadi pemarah, hiperaktif, dan lain-lain);
b.      Cacat tubuh;
c.       Ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri.

B.     Penyebab Kenakalan Remaja
            Dalam bukunya, Sofyan S. Willis menyebutkan: Suatu tingkah laku tidak disebabkan oleh satu motivasi saja melainkan dapat oleh berbagai motivasi.
            Adapun faktor penyebab tingkah laku kenakalan remaja oleh Sofyan S. Willis dalam bukunya di kelompokkan tempat atau sumber kenakalan itu atas empat bagian, yaitu:
1.      Faktor-faktor yang Ada Di Dalam Diri Anak Sendiri
a.       Predisposing Factor
Faktor-faktor yang memberi kecenderungan tertentu terhadap perilaku remaja. Faktor tersebut dibawa sejak lahir, atau oleh kejadian-kejadian ketika kelahiran bayi, yang disebut birth injury, yaitu luka di kepala bayi ditarik dari perut ibu. Predisposing factor yang lain berupa kelainan kejiwaan seperti schizophrenia. Penyakit jiwa ini bisa juga dipengaruhi oleh lingkungan keluarga yang keras atau penuh tekanan terhadap anak-anak. Kecenderungan kenakalan adalah dari faktor bawaan bersumber dari kelainan otak.

b.      Lemahnya Pertahanan Diri
Adalah faktor yang ada di dalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan. Jika ada pengaruh negatif berupa tontonan negatif, bujukan negatif seperti pecandu dan pengedar narkoba, ajakan-ajakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan negatif, sering tidak bisa menghindar dan mudah terpengaruh.

c.       Kurang Kemampuan Penyesuaian Diri
Keadaan ini amat terasa di dunia remaja. Banyak ditemukan remaja yang kurang pergaulan (kuper). Inti persoalannya adalah ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial, dengan mempunyai daya pilih teman bergaul yang membantu pembentukan perilaku positif. Anak-anak yang terbiasa dengan pendidikan kaku dan dengan disiplin ketat di keluarga akan menyebabkan masa remajanya juga kaku dalam bergaul, dan tidak pandai memilih teman yang bisa membuat dia berkelakuan baik. Yang terjadi adalah sebaliknya yaitu, remaja salah suai, bergaul dengan para remaja yang tersesat.

d.      Kurangnya Dasar-dasar Keimanan Di Dalam Diri Remaja
Masalah agama belum menjadi upaya sungguh-sungguh dari orangtua dan guru terhadap diri remaja. Padahal agama adalah benteng diri remaja dalam menghadapi berbagai cobaan yang dating padanya sekarang dan masa yang akan datang.

2.      Penyebab Kenakalan yang Berasal Dari Lingkungan Keluarga
a.       Anak Kurang Mendapatkan Kasih Sayang dan Perhatian Orangtua
Karena kurang mendapat kasih saying dan perhatian orangtua, maka apa yang amat dibutuhkannya itu terpaksa dicari di luar rumah, seperti di dalam kelompok kawan-kawannya. Tidak semua teman-temannya berkelakuan baik, akan tetapi lebih banyak berkelakuan yang kurang baik, seperti suka mencuri, suka menggangu ketentraman umum, suka berkelahi, dan sebagainya. Kelompok anak-anak yang seperti ini dinamakan kelompok anak-anak nakal, ada juga yang menyebutnya geng.

b.      Lemahnya Keadaan Ekonomi Orangtua di Desa-desa, Telah Menyebabkan Tidak Mampu Mencukupi Kebutuhan Anak-anaknya
Terutama sekali pada masa remaja yang penuh dengan keinginan-keinginan, keindahan-keindahan, dan cita-cita. Para remaja menginginkan berbagai mode pakaian, kendaraan, hiburan, dan sebagainya. Keinginan-keinginan tersebut  disebabkan oleh majunya industri dan teknologi yang hasilnya telah menjalar ke desa-desa.

c.       Kehidupan Keluarga yang Tidak Harmonis
Sebuah keluarga dikatakan harmonis apabila struktur keluarga itu utuh dan interaksi diantara anggota keluarga berjalan dengan baik, artinya hubungan psikologis diantara mereka cukup memuaskan dirasakan oleh setiap anggota keluarga. Apabila struktur keluarga itu tidak utuh lagi, misalnya karena kematian salah satu orangtua atau perceraian, kehidupan keluarga bisa jadi tidak harmonis lagi. Keadaan seperti ini disebut keluarga pecah atau broken home.

3.      Penyebab Kenakalan Remaja yang Berasal dari Lingkungan Masyarakat
a.       Kurangnya Pelaksanaan Ajaran-ajaran Agama secara Konsekuen
Masyarakat dapat pula menjadi penyebab bagi berjangkitnya kenakalan remaja, terutama sekali di lingkungan masyarakat yang kurang sekali melaksanakan ajaran-ajaran agama yang dianutnya. Di dalam ajaran-ajaran agama banyak sekali hal-hal yang dapat membantu pembinaan pada umumnya, anak dan remaja khususnya. Kadang-kadang sebagian anggota masyarakat telah melupakan sama sekali ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, karena mereka sangat terpukau oleh kehidupan materi yang fana ini sehingga tidak jarang ada yang sudah dipermainkan atau diperbudak oleh harta benda semata.

b.      Masyarakat yang Kurang Memperoleh Pendidikan
Minimnya pendidikan bagi anggota masyarakat di negara ini, bukanlah hal yang perlu dipertanyakan lagi. Buta huruf merupakan sumber keterbelakangan pendidikan, ekonomi, dan kedewasaan berpikir. Demikian pula daya analisanya, daya kreasi, dan sebagainya. Di samping itu orang yang buta huruf pada umumnya bersikap rendah diri, kurang berani, pesimis, dan sebagainya.  Sifat-sifat ini membawa rakyat kearah feodalisme, sikap mental memperhambakan diri dan mengkultuskan seseorang.

c.       Kurangnya Pengawasan Terhadap Remaja
Sebagian remaja beranggapan bahwa orangtua dan guru terlalu ketat sehingga tidak memberi kebebasan baginya. Sebagian lain mengatakan bahwa orangtua mereka dan bahkan guru, tidak pernah memberikan pengawasan terhadap tingkah laku remaja sehingga menimbulkan berbagai kenakalan.

d.      Pengaruh Norma-norma Baru Dari Luar
Kebanyakan anggota masyarakat beranggapan bahwa setiap norma yang baru dating dari luar, itulah yang benar.  Dapat juga timbul konflik dalam diri para remaja sendiri, yakni norma-norma yang dianutnya di rumah (keluarga) bertentangan dengan norma masyarakat yang menyimpang dari norma keluarga.

4.      Sebab-sebab Kenakalan yang Bersumber Dari Sekolah
a.       Faktor Guru
1)      Ekonomi guru
Ekonomi guru merupakan pula sumber terganggunya pendidikan murid-murid.
2)      Mutu guru
Mutu guru juga menentukan dalam usaha membina anak-anak.

b.      Faktor Fasilitas Pendidikan
Kurangnya fasilitas pendidikan menyebabkan penyaluran bakat dan keinginan murid-murid terhalang.

c.       Norma-norma Pendidikan dan Kekompakan Guru
Di dalam mengatur anak didik perlu norma-norma yang sama bagi setiap guru dan norma tersebut harus dimengerti oleh anak didik. Jika diantara guru terdapat perbedaan norma dalam cara mendidik, hal ini merupakan sumber timbulnya kenakalan anak-anak.

d.      Kekurangan Guru
Faktor lain yang amat penting pula dalam menentukan gangguan pendidikan  ialah kurangnya jumlah guru di sekolah-sekolah hal ini mengakibatkan timbulnya berbagai tingkah laku negatif pada anak didik misalnya membolos, menganggu teman, dan lain sebagainya.

C.     Pencegahan Perilaku Menyimpang pada Remaja
            Dalam bukunya, Sarlito Wirawan Sarwono menyebutkan: Dalam menghadapi remaja ada beberapa hal yang harus diingat, yaitu bahwa jiwa remaja adalah jiwa yang penuh gejolak (strumund drang). Lingkungan sosial remaja juga ditandai dengan perubahan  sosial yang cepat (khususnya di kota-kota besar dan daerah-daerah yang sudah terjangkau sarana dan prasarana komunikasi dan perhubungan) yang mengakibatkan kesimpangsiuran norma (keadaan anomie). Kondisi intern dan ekstern  yang sama-sama bergejolak inilah yang menyebabkan masa remaja memang lebih rawan daripada tahapan-tahapan lain dalam perkembangan jiwa manusia.
            Untuk mengurangi benturan antar gejolak itu dan untuk memberi kesempatan agar remaja dapat mengembangkan dirinya secara lebih optimal, perlu diciptakan kondisi lingkungan terdekat yang stabil mungkin, khususnya lingkungan keluarga. Keadaan keluarga yang ditandai dengan hubungan suami-isteri yang harmonis akan lebih menjamin remaja yang bisa melewati masa transisinya dengan mulus daripada jika hubungan suami-isteri terganggu. Kondisi di rumah tangga dengan adanya orang tua dan saudara-saudara akan lebih menjamin kesejahteraan jiwa remaja daripada  asrama atau lembaga pemasyarakatan anak. Oleh karena itu, tindakan pencegahan yang paling utama adalah berusaha menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga sebaik-baiknya. Selanjutnya, untuk mengurangi kemungkinan terjadinya perilaku menyimpang, bisa dilakukan usaha untuk meningkatkan kemampuan remaja dalam bidang-bidang tertentu sesuai dengan kemampuan dan bakatnya masing-masing.

D.    Penanganan terhadap Perilaku Menyimpang Remaja
            Menurut Rogers (Adams & Gullotta, 1983: 56-57) yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya, ada lima ketentuan yang harus dipenuhi untuk membantu remaja:
1.      Kepercayaan
Remaja itu harus percaya kepada orang yang mau membantunya (orang tua, guru, psikolog, ulama, dan sebagainya). Ia harus yakin bahwa penolong ini tidak akan membohonginya dan bahwa kata-kata penolong ini memang benar adanya. Untuk memenuhi ketentuan pertama ini, seringkali tenaga profesional (psikolog, konselor) lebih efektif daripada orang tua atau guru sendiri.
2.      Kemurnian Hati
Remaja harus merasa bahwa penolong itu sungguh-sungguh mau membantunya tanpa syarat.
3.      Kemampuan Mengerti dan Menghayati (Emphaty) Perasaan Remaja
Dalam posisi yang berbeda antara anak dan orang dewasa (perbedaan usia, status, cara berpikir dan sebagainya), sulit bagi orang dewasa (khususnya orang tua) untuk berempati pada remaja karena setiap orang (khususnya yang tidak terlatih) akan cenderung melihat segala persoalan dari sudut pandangannya sendiri dan mendasarkan penilaian dan reaksinya pada pandangannya itu sendiri. Sedangkan  remajanya sendiri ada kecenderungan sulit untuk menerima uluran tangan orang dewasa karena tidak ada empati terkandung di dalam uluran tangan itu.
4.      Kejujuran
Remaja mengharapkan penolongnya menyampaikan apa adanya saja, termasuk hal-hal yang kurang menyenangkan. Apa yang salah dikatakan salah, apa yang benar dikatakan benar.
5.      Mengutamakan Persepsi Remaja Sendiri
Sebagaimana sudah dikatakan di atas, sebagaimana halnya dengan semua orang lainnya, remaja akan memandang segala sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Oleh karena lima ketentuan tersebut memerlukan keterampilan tertentu. Maka, pada remaja dengan perilaku menyimpang, khususnya yang sudah tidak bisa ditangani oleh orang tua dan anggota keluarga sendiri, perlu kiranya dipikirkan permintaan bantuan seseorang professional, misalnya psikolog, guru BK, psikiater, konselor, pekerja sosial, dan sebagainya. Walaupun kadar kemampuan (kualitas) para professional ini berbeda-beda (tergantung dari pendidikannya, pengalamannya, dan kemampuan pribadinya masing-masing). Akan tetapi, setidak-tidaknya mereka mempunyai pengetahuan dan keahlian tertentu yang tidak dimiliki oleh orang-orang awam.
Dalam praktiknya, ada beberapa tehnik yang bisa dilakukan oleh para tenaga professional ini dalam menangani masalah remaja (Adams & Gullotta, 1983: 57-58) yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukuya, yaitu:
1.      Pengetahuan Individual
Remaja ditangani sendiri, dalam tatap muka empat mata dengan psikolog atau konselor. Kalaupun diperlukan informasi dari orang tua atau orang-orang lainnya mereka diwawancari tersendiri pada waktu yang berlainan. Dalam penanganan secara individual ini bisa dilakukan beberapa tehnik.
a.       Pemberian petunjuk atau nasihat (Guidance)
b.      Konseling
c.       Psikoterapi
Dalam hubungan ini ada beberapa aliran psikoterapi:
1)      Terapi tingkah laku yang berorientasi pada aliran behaviorisme.
2)      Terapi psikoanalitis.
3)      Terapi humanistis.
4)      Terapi Transpersonal.
2.      Penanganan Keluarga
Tujuan dari tehnik terapi keluarga ini adalah agar keluarga sebagai suatu kesatuan bisa berfungsi dengan baik dan setiap anggota keluarga bisa menjalankan perannya masing-masing yang saling mendukung dan saling mengisi dengan anggota keluarga yang lain.
3.      Penanganan Kelompok
Tehnik yang hamper serupa dengan tehnik keluarga adalah penanganan atau terapi kelompok. Tujuan dasar teorinya juga hamper sama dengan terapi keluarga.
4.      Penanganan Pasangan
Jika dikehendaki terapi melalui hubungan yang intensif antara dua orang, bisa juga dilakukan terapi pasangan. Klien ditangani berdua dengan temannya, sahabatnya atau salah satu anggota keluarganya, dan sebagainya. Maksudnya adalah agar masing-masing bisa betul-betul menghayati hubungan yang mendalam, mencoba saling mengerti, saling memberi, saling membela, dan sebagainya.



BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Berdasarkan dari jawaban rumusan masalah dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan suatu kesimpulan, yaitu:
1.      Asal mulanya perilaku menyimpang pada remaja, Jensen (1985: 421) menggolongkan ke dalam teori sosiogenik yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya, yaitu teori-teori yang mencoba mencari sumber penyebab kenakalan remaja pada faktor lingkungan keluarga dan masyarakat. Selain teori sosiogenik, adapun teori-teori tentang asal mula kelainan perilaku remaja dapat digolongkan dalam dua jenis teori yang lain, yaitu teori psikogenik dan teori biogenik.
2.      Adapun faktor penyebab tingkah laku kenakalan remaja oleh Sofyan S. Willis dalam bukunya di kelompokkan tempat atau sumber kenakalan itu atas empat bagian, yaitu:
a.       Faktor-faktor yang Ada Di Dalam Diri Anak Sendiri
b.      Penyebab Kenakalan yang Berasal Dari Lingkungan Keluarga
c.       Penyebab Kenakalan Remaja yang Berasal dari Lingkungan Masyarakat
d.      Sebab-sebab Kenakalan yang Bersumber Dari Sekolah
3.      Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya perilaku menyimpang, bisa dilakukan usaha untuk meningkatkan kemampuan remaja dalam bidang-bidang tertentu sesuai dengan kemampuan dan bakatnya masing-masing.
4.      Menurut Rogers (Adams & Gullotta, 1983: 56-57) yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya, ada lima ketentuan yang harus dipenuhi untuk membantu remaja:
a.       Kepercayaan
b.      Kemurnian Hati
c.       Kemampuan Mengerti dan Menghayati (emphaty) Perasaan Remaja
d.      Kejujuran
e.       Mengutamakan Persepsi Remaja Sendiri
B.     Saran
            Kepada seluruh pembaca khususnya orang tua agar dapat lebih memahami serta membimbing anak remajanya agar kedepannya tidak ada lagi penyimpangan-penyimpangan kenakalan remaja yang terjadi.



DAFTAR PUSTAKA
            Mohammad Ali, dkk. 2005. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Bumi Aksara
Sarwono, Sarlito Wirawan.2006.Psikologi Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
            Willis, Sofyan S. 2010. Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta

1 komentar:

  1. Halo Assalamu'alaikum. Boleh saya tau, studi ini adalah skripsi atau hanya karya ilmiah biasa? Terima kasih :)

    BalasHapus