BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Dalam bukunya, Sarlito Wirawan Sarwono yang mengutip
dari (Weiner, 1980:497) menyebutkan bahwa salah satu upaya untuk mendefinisikan
penyimpangan perilaku remaja dalam arti kenakalan anak (juvenile delinquency) dilakukan oleh M. Gold dan J. Petronio yaitu
sebagai berikut:
“Kenakalan
anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar
hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu
sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman”.
Dalam definisi tersebut faktor yang penting adalah
unsur pelanggaran hukum dan kesengajaan serta kesadaran anak itu sendiri
tentang konsekuensi dari pelanggaran itu. Kalau definisi ini digunakan, yang
termasuk kenakalan remaja menjadi sangat terbatas. Padahal kelakuan-kelakuan
yang menyimpang dari peraturan orang tua, peraturan sekolah atau norma-norma
masyarakat yang bukan hukum juga bisa membawa remaja kepada kenakalan-kenakalan
yang lebih serius, atau bahkan kejahatan yang benar-benar melanggar hukum pada
masa dewasanya remaja.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana asal mulanya perilaku penyimpangan
pada remaja ?
2. Apa yang menjadi penyebab kenakalan remaja
?
3. Bagaimana cara pencegahan perilaku
menyimpang pada remaja ?
4. Bagaimana cara menangani perilaku
menyimpang pada remaja ?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas
didapatkan suatu tujuan dari pembuatan makalah ini, yakni sebagai berikut:
1. Agar mengetahui asal mulanya
perilaku penyimpangan pada remaja.
2. Agar mengetahui apa yang menjadi penyebab kenakalan remaja.
3. Agar mengetahui cara pencegahan
perilaku yang menyimpang pada remaja.
4. Agar mengetahui cara penanganan
perilaku yang menyimpang pada remaja.
D.
Manfaat
Adapun manfaat yang didapat dari
pembuatan makalah ini yaitu agar kami semua khususnya para pembaca mengetahui
asal mula, penyebab, cara pencegahan, dan cara penanganan penyimpangan
kenakalan pada remaja.
BAB
II
KENAKALAN
REMAJA
A. Pengertian Kenakalan Remaja
Dalam
bukunya, Sofyan S. Willis yang mengutip dari Cavan (Juvenile Delinquency: 1962) menyebutkan bahwa: “Juvenile Delinquency refers to the failure
of children and youth to meet certain obligation expected of them by the
society in which they live”. Kenakalan anak dan remaja itu disebabkan
kegagalan mereka dalam memperoleh penghargaan dari masyarakat tempat mereka
tinggal. Penghargaan yang mereka harapkan ialah tugas dan tanggung jawab
seperti orang dewasa. Mereka menuntut suatu peranan sebagaimana dilakukan oleh
orang dewasa. Tetapi orang dewasa tidak dapat memberikan tanggung jawab dan
peranan itu, karena belum adanya rasa kepercayaan terhadap mereka.
Mengenai
masalah kenakalan remaja dewasa ini sudah menjadi program pemerintah untuk menanggulanginya.
Hal ini sudah terbukti sejak tahun 1971 Pemerintah telah menaruh perhatian yang
serius dengan dikeluarkannya Bakolak Inpres No.6/1971 Pedoman 8, tentang Pola
Penanggulangan Kenakalan Remaja. Di dalam pedoman itu diungkapkan mengenai
pengertian kenakalan remaja sebagai berikut: “Kenakalan remaja ialah kelainan
tingkah laku, perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat asocial bahkan anti
sosial yang melanggar norma-norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang
berlaku dalam masyarakat”.
Secara
sosiologis kenakalan remaja menurut Dr. Fuad Hassan yang dikutip oleh Sofyan S.
Willis dalam bukunya ialah: “Kelakuan atau perbuatan anti sosial dan anti
normative”. Sedangkan menurut Dr. Kusumanto yang dikutip oleh Sofyan S. Willis
dalam bukunya ialah: “Tingkah laku individu yang bertentangan dengan
syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai acceptable dan baik oleh
suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang
berkebudayaan”.
Kenakalan
anak dan remaja menurut Hurlock (1978) yang dikutip oleh Sofyan S. Willis dalam
bukunya ialah: “Bersumber dari moral yang sudah berbahaya atau beresiko (moral hazard). Menurutnya, kerusakan
moral bersumber dari: (1) keluarga yang sibuk, keluarga retak, dan keluarga
dengan single parent dimana anak
hanya diasuh oleh ibu; (2) menurunnya kewibawaan sekolah dalam mengawasi anak;
(3) peranan gereja tidak mampu menangani masalah moral.
Dari
beberapa definisi di atas mengenai kenakalan remaja maka dapat kami simpulkan
bahwa kenakalan remaja ialah tindak perbuatan sebahagian para remaja yang
bertentangan dengan hukum, agama dan norma-norma masyarakat sehingga akibatnya
dapat merugikan orang lain, mengganggu ketentraman umum dan juga merusak
dirinya sendiri.
B.
Beberapa
Problema Remaja
1. Kebutuhan-Kebutuhan Remaja
Menurut Sofyan S. Willis dalam bukunya menyebutkan bahwa
kebutuhan-kebutuhan remaja terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Kebutuhan Biologis
Kebutuhan biologis sering juga disebut “physiological drive” atau “biological
motivation”. Pengertian kebutuhan atau motif ialah segala alasan yang
mendorong makhluk hidup untuk bertingkah laku mencapai sesuatu yang
diinginkannya atau dituju (goal). Kebutuhan biologis (motif biologis) ialah
motif yang berasal daripada dorongan-dorongan biologis. Motif ini sudah dibawa sejak lahir, jadi tanpa
dipelajari.
b. Kebutuhan Psikologis
Kebutuhan psikologis (psikis) adalah segala dorongan
kejiwaan yang menyebabkan orang bertindak mencapai tujuannya. Kebutuhan ini
bersifat individual. Kebutuhan psikis diantaranya: 1) kebutuhan beragama; dan
2) kebutuhan akan rasa aman.
c. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial ialah kebutuhan yang berhubungan dengan
orang lain atau ditimbulkan oleh orang lain/hal-hal di luar diri. Menurut
pendapat seorang sosiolog W.I Thomas yang diungkapkan oleh Sartain (1973) yang
dikutip oleh Sofyan S. Willis dalam bukunya bahwa kebutuhan manusia itu ada
empat, yakni sebagai berikut: 1) kebutuhan untuk dikenal; 2) kebutuhan untuk
mendapat respon dari orang lain; 3) kebutuhan untuk memiliki; 4) kebutuhan
untuk memperoleh pengalaman yang baru.
2. Problema Remaja
Menurut Sofyan S. Willis dalam bukunya menyebutkan bahwa
problema remaja terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya:
a. Problem Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri ialah kemampuan seseorang untuk hidup dan
bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga ia merasa puas terhadap
dirinya dan terhadap lingkungan.
Adapun yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi proses
penyesuaian diri remaja menurut Schneiders (1984) yang dikutip oleh Mohammad
Ali dan Mohammad Asrori dalam bukunya, setidaknya ada lima faktor yang
mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja, yaitu:
1) Kondisi fisik;
2) Kepribadian;
3) Proses belajar;
4) Lingkungan; dan
5) Agama serta budaya.
b. Problem Beragama
Masalah agama pada remaja sebenarnya terletak pada tiga hal:
Pertama, keyakinan dan kesadaran beragama. Kedua, pelaksanaan ajaran agama
secara teratur. Ketiga, perubahan tingkah laku karena agama.
c. Problem Kesehatan
Problem kesehatan ialah masalah yang dihadapi sehubungan
dengan kesehatan jasmani dan rohaninya. Khususnya di masa remaja, masalah
kesehatan sering menjadi pusat pemikiran.
d. Problem Ekonomi dan Mendapat
Pekerjaan
Masalah mendapatkan pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan
ekonomi, merupakan masalah yang cukup menggelisahkan para remaja.
e. Problem Perkawinan dan Hidup Berumah
Tangga
Problem ini didasarkan atas kebutuhan seksual yang amat
menonjol pada masa remaja, sehubungan dengan kematangan organ seksual. Pada
masa ini kadang-kadang timbul konflik antara remaja dengan orangtuanya dalam soal pemilihan jodoh.
f. Problem Ingin Berperan Di Masyarakat
Keinginan berperan di masyarakat bersumber dari motif ingin
mendapat penghargaan (motif sosial). Kadang-kadang orang dewasa atau anggota masyarakat tidak menghiraukan
keinginan berperan pada anak dan remaja. Keinginan berperan di dalam masyarakat
adalah suatu dorongan sosial yang terbentuk karena tuntutan kemajuan teknologi,
kebudayaan dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
g. Problem Pendidikan
Problem ini berhubungan dengan kebutuhan akan ilmu
pengetahuan yang diperlukan para remaja dalam rangka mencapai kepuasan ingin
mengetahui/meneliti hal-hal yang belum terungkapkan secara ilmiah. Kebutuhan
ini juga berguna bagi tercapainya masa depan yang gemilang da nada kaitannya
dengan status ekonomi mereka nantinya.
h. Problem Mengisi Waktu Terluang
Waktu terluang (senggang) ialah sisa waktu yang kosong
setelah habis belajar dan bekerja.
i.
Problem
Pekerjaan dan Pengangguran
j.
Dampak
Pengangguran Orang Muda
k. Kebebasan Seks
Kebebasan seks di kalangan remaja makin menggelisahkan.
Pergaulan ala Barat nampaknya memicu keinginan untuk bergaul bebas antara
wanita dengan lelaki. Budaya Barat yang mengutamakan nafsu, menambah berbagai
aspek kehidupan remaja. Mode pakaian, alat kecantikan, gaya rambut, dan
terutama pergaulan hidup bebas telah menular ke negeri yang beragama ini.
C. Kenakalan Remaja
Dalam bukunya Sarlito Wirawan
Sarwono menyebutkan: Kenakalan remaja yang dimaksud di sini adalah perilaku
yang menyimpang dari atau melanggar hukum. Menurut Jensen (1985: 417) membagi
kenakalan remaja menjadi empat jenis yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono
dalam bukunya, yaitu:
1. Kenakalan yang menimbulkan korban
fisik pada orang lain: perkelahian, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
2. Kenakalan yang menimbulkan korban
materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
3. Kenakalan sosial yang tidak
menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat. Di
Indonesia mungkin dapat juga dimasukkan hubungan seks sebelum menikah dalam
jenis ini.
4. Kenakalan yang melawan status,
misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos,
mengingkari status orang tua dengan cara pergi meninggalkan rumah/membantah
perintah orang tua dan sebagainya. Pada usia mereka, perilaku-perilaku mereka
memang belum melanggar hukum dalam arti yang sesungguhnya karena yang dilanggar
adalah status-status dalam lingkungan primer (keluarga) dan sekunder (sekolah)
yang mereka tidak diatur oleh hukum secara terinci. Akan tetapi, kalau kelak
remaja ini dewasa, pelanggaran status ini dapat dilakukannya terhadap atasannya
di kantor atau petugas hukum di dalam masyarakat. Karena itu pelanggaran status
ini oleh Jensen digolongkan juga sebagai kenakalan dan bukan sekedar perilaku
menyimpang.
BAB III
JAWABAN DARI RUMUSAN MASALAH
A. Asal Mulanya Perilaku Menyimpang
pada Remaja
Cara
menerangkan asal mula kenakalan remaja, Jensen menggolongkan ke dalam teori
sosiogenik yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya, yaitu
teori-teori yang mencoba mencari sumber penyebab kenakalan remaja pada faktor
lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam bukunya, Sarlito Wirawan Sarwono
mengutip dari Jensen (1985: 421) bahwa selain teori sosiogenik, adapun
teori-teori tentang asal mula kelainan perilaku remaja dapat digolongkan dalam
dua jenis teori yang lain, yaitu teori psikogenik dan teori biogenik. Teori
psikogenik menyatakan bahwa kelainan perilaku disebabkan oleh faktor-faktor di
dalam jiwa remaja itu sendiri, misalnya oleh Oedipoes Complex. Sementara itu, teori biogenik menyatakan bahwa
kelainan perilaku disebabkan oleh
kelainan fisik atau genetik (bakat).
Cara
pembagian faktor kelainan perilaku anak dan remaja dikemukakan pula oleh
orang-orang lain, seperti antara lain oleh Philip Graham (1983) yang dikutip
oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya. Philip Graham lebih mendasarkan
teorinya pada pengamatan empiris dari sudut kesehatan mental anak dan remaja.
Ia juga membagi faktor-faktor penyebab itu ke dalam dua golongan, yaitu:
1. Faktor Lingkungan:
a. Malnutrisi (kekurangan gizi);
b. Kemiskinan di kota-kota besar;
c. Gangguan lingkungan (polusi,
kecelakaan lalu lintas, bencana alam, dan lain-lain);
d. Migrasi (urbanisasi, pengungsian
karena perang, dan lain-lain);
e. Faktor sekolah (kesalahan mendidik,
faktor kurikulum, dan lain-lain);
f. Keluarga yang tercerai berai
(perceraian, perpisahan yang terlalu lama, dan lain-lain);
g. Gangguan dalam pengasuhan oleh
keluarga:
1) Kematian orang tua
2) Orang tua sakit berat atau cacat
3) Hubungan antar anggota keluarga
tidak harmonis
4) Orang tua sakit jiwa
5) Kesulitan dalam pengasuhan karena
pengangguran, kesulitan keuangan, tempat tinggal tidak memenuhi syarat, dan
lain-lain.
2. Faktor Pribadi:
a. Faktor bakat yang mempengaruhi
tempramen (menjadi pemarah, hiperaktif, dan lain-lain);
b. Cacat tubuh;
c. Ketidakmampuan untuk menyesuaikan
diri.
B. Penyebab Kenakalan Remaja
Dalam
bukunya, Sofyan S. Willis menyebutkan: Suatu tingkah laku tidak disebabkan oleh
satu motivasi saja melainkan dapat oleh berbagai motivasi.
Adapun
faktor penyebab tingkah laku kenakalan remaja oleh Sofyan S. Willis dalam
bukunya di kelompokkan tempat atau sumber kenakalan itu atas empat bagian,
yaitu:
1. Faktor-faktor yang Ada Di Dalam Diri
Anak Sendiri
a. Predisposing Factor
Faktor-faktor
yang memberi kecenderungan tertentu terhadap perilaku remaja. Faktor tersebut
dibawa sejak lahir, atau oleh kejadian-kejadian ketika kelahiran bayi, yang
disebut birth injury, yaitu
luka di kepala bayi ditarik dari perut ibu. Predisposing
factor yang lain berupa kelainan kejiwaan seperti schizophrenia. Penyakit
jiwa ini bisa juga dipengaruhi oleh lingkungan keluarga yang keras atau penuh
tekanan terhadap anak-anak. Kecenderungan kenakalan adalah dari faktor bawaan
bersumber dari kelainan otak.
b. Lemahnya Pertahanan Diri
Adalah
faktor yang ada di dalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap
pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan. Jika ada pengaruh negatif berupa
tontonan negatif, bujukan negatif seperti pecandu dan pengedar narkoba,
ajakan-ajakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan negatif, sering tidak bisa
menghindar dan mudah terpengaruh.
c. Kurang Kemampuan Penyesuaian Diri
Keadaan
ini amat terasa di dunia remaja. Banyak ditemukan remaja yang kurang pergaulan
(kuper). Inti persoalannya adalah
ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial, dengan mempunyai
daya pilih teman bergaul yang membantu pembentukan perilaku positif. Anak-anak
yang terbiasa dengan pendidikan kaku dan dengan disiplin ketat di keluarga akan
menyebabkan masa remajanya juga kaku dalam bergaul, dan tidak pandai memilih
teman yang bisa membuat dia berkelakuan baik. Yang terjadi adalah sebaliknya
yaitu, remaja salah suai, bergaul dengan para remaja yang tersesat.
d. Kurangnya Dasar-dasar Keimanan Di
Dalam Diri Remaja
Masalah
agama belum menjadi upaya sungguh-sungguh dari orangtua dan guru terhadap diri
remaja. Padahal agama adalah benteng diri remaja dalam menghadapi berbagai
cobaan yang dating padanya sekarang dan masa yang akan datang.
2. Penyebab Kenakalan yang Berasal Dari
Lingkungan Keluarga
a. Anak Kurang Mendapatkan Kasih Sayang
dan Perhatian Orangtua
Karena
kurang mendapat kasih saying dan perhatian orangtua, maka apa yang amat
dibutuhkannya itu terpaksa dicari di luar rumah, seperti di dalam kelompok
kawan-kawannya. Tidak semua teman-temannya berkelakuan baik, akan tetapi lebih
banyak berkelakuan yang kurang baik, seperti suka mencuri, suka menggangu
ketentraman umum, suka berkelahi, dan sebagainya. Kelompok anak-anak yang
seperti ini dinamakan kelompok anak-anak nakal, ada juga yang menyebutnya geng.
b. Lemahnya Keadaan Ekonomi Orangtua di
Desa-desa, Telah Menyebabkan Tidak Mampu Mencukupi Kebutuhan Anak-anaknya
Terutama
sekali pada masa remaja yang penuh dengan keinginan-keinginan,
keindahan-keindahan, dan cita-cita. Para remaja menginginkan berbagai mode
pakaian, kendaraan, hiburan, dan sebagainya. Keinginan-keinginan tersebut disebabkan oleh majunya industri dan teknologi
yang hasilnya telah menjalar ke desa-desa.
c. Kehidupan Keluarga yang Tidak
Harmonis
Sebuah
keluarga dikatakan harmonis apabila struktur keluarga itu utuh dan interaksi
diantara anggota keluarga berjalan dengan baik, artinya hubungan psikologis
diantara mereka cukup memuaskan dirasakan oleh setiap anggota keluarga. Apabila
struktur keluarga itu tidak utuh lagi, misalnya karena kematian salah satu
orangtua atau perceraian, kehidupan keluarga bisa jadi tidak harmonis lagi.
Keadaan seperti ini disebut keluarga pecah atau broken home.
3. Penyebab Kenakalan Remaja yang
Berasal dari Lingkungan Masyarakat
a. Kurangnya Pelaksanaan Ajaran-ajaran
Agama secara Konsekuen
Masyarakat
dapat pula menjadi penyebab bagi berjangkitnya kenakalan remaja, terutama
sekali di lingkungan masyarakat yang kurang sekali melaksanakan ajaran-ajaran
agama yang dianutnya. Di dalam ajaran-ajaran agama banyak sekali hal-hal yang
dapat membantu pembinaan pada umumnya, anak dan remaja khususnya. Kadang-kadang
sebagian anggota masyarakat telah melupakan sama sekali ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari, karena mereka sangat terpukau oleh kehidupan materi yang
fana ini sehingga tidak jarang ada yang sudah dipermainkan atau diperbudak oleh
harta benda semata.
b. Masyarakat yang Kurang Memperoleh
Pendidikan
Minimnya
pendidikan bagi anggota masyarakat di negara ini, bukanlah hal yang perlu
dipertanyakan lagi. Buta huruf merupakan sumber keterbelakangan pendidikan,
ekonomi, dan kedewasaan berpikir. Demikian pula daya analisanya, daya kreasi,
dan sebagainya. Di samping itu orang yang buta huruf pada umumnya bersikap
rendah diri, kurang berani, pesimis, dan sebagainya. Sifat-sifat ini membawa rakyat kearah
feodalisme, sikap mental memperhambakan diri dan mengkultuskan seseorang.
c. Kurangnya Pengawasan Terhadap Remaja
Sebagian
remaja beranggapan bahwa orangtua dan guru terlalu ketat sehingga tidak memberi
kebebasan baginya. Sebagian lain mengatakan bahwa orangtua mereka dan bahkan
guru, tidak pernah memberikan pengawasan terhadap tingkah laku remaja sehingga
menimbulkan berbagai kenakalan.
d. Pengaruh Norma-norma Baru Dari Luar
Kebanyakan
anggota masyarakat beranggapan bahwa setiap norma yang baru dating dari luar,
itulah yang benar. Dapat juga timbul
konflik dalam diri para remaja sendiri, yakni norma-norma yang dianutnya di
rumah (keluarga) bertentangan dengan norma masyarakat yang menyimpang dari
norma keluarga.
4. Sebab-sebab Kenakalan yang Bersumber
Dari Sekolah
a. Faktor Guru
1) Ekonomi guru
Ekonomi
guru merupakan pula sumber terganggunya pendidikan murid-murid.
2) Mutu guru
Mutu guru
juga menentukan dalam usaha membina anak-anak.
b. Faktor Fasilitas Pendidikan
Kurangnya
fasilitas pendidikan menyebabkan penyaluran bakat dan keinginan murid-murid
terhalang.
c. Norma-norma Pendidikan dan
Kekompakan Guru
Di dalam
mengatur anak didik perlu norma-norma yang sama bagi setiap guru dan norma
tersebut harus dimengerti oleh anak didik. Jika diantara guru terdapat
perbedaan norma dalam cara mendidik, hal ini merupakan sumber timbulnya
kenakalan anak-anak.
d. Kekurangan Guru
Faktor
lain yang amat penting pula dalam menentukan gangguan pendidikan ialah kurangnya jumlah guru di
sekolah-sekolah hal ini mengakibatkan timbulnya berbagai tingkah laku negatif
pada anak didik misalnya membolos, menganggu teman, dan lain sebagainya.
C. Pencegahan Perilaku Menyimpang pada
Remaja
Dalam bukunya, Sarlito Wirawan
Sarwono menyebutkan: Dalam menghadapi
remaja ada beberapa hal yang harus diingat, yaitu bahwa jiwa remaja adalah jiwa
yang penuh gejolak (strumund drang).
Lingkungan sosial remaja juga ditandai dengan perubahan sosial yang cepat (khususnya di kota-kota
besar dan daerah-daerah yang sudah terjangkau sarana dan prasarana komunikasi
dan perhubungan) yang mengakibatkan kesimpangsiuran norma (keadaan anomie). Kondisi intern dan ekstern yang sama-sama bergejolak inilah yang
menyebabkan masa remaja memang lebih rawan daripada tahapan-tahapan lain dalam
perkembangan jiwa manusia.
Untuk
mengurangi benturan antar gejolak itu dan untuk memberi kesempatan agar remaja
dapat mengembangkan dirinya secara lebih optimal, perlu diciptakan kondisi
lingkungan terdekat yang stabil mungkin, khususnya lingkungan keluarga. Keadaan
keluarga yang ditandai dengan hubungan suami-isteri yang harmonis akan lebih
menjamin remaja yang bisa melewati masa transisinya dengan mulus daripada jika
hubungan suami-isteri terganggu. Kondisi di rumah tangga dengan adanya orang
tua dan saudara-saudara akan lebih menjamin kesejahteraan jiwa remaja
daripada asrama atau lembaga pemasyarakatan
anak. Oleh karena itu, tindakan pencegahan yang paling utama adalah berusaha
menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga sebaik-baiknya. Selanjutnya, untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya perilaku menyimpang, bisa dilakukan usaha
untuk meningkatkan kemampuan remaja dalam bidang-bidang tertentu sesuai dengan
kemampuan dan bakatnya masing-masing.
D. Penanganan terhadap Perilaku Menyimpang
Remaja
Menurut
Rogers (Adams & Gullotta, 1983: 56-57) yang dikutip oleh Sarlito Wirawan
Sarwono dalam bukunya, ada lima ketentuan yang harus dipenuhi untuk membantu
remaja:
1. Kepercayaan
Remaja itu
harus percaya kepada orang yang mau membantunya (orang tua, guru, psikolog,
ulama, dan sebagainya). Ia harus yakin bahwa penolong ini tidak akan
membohonginya dan bahwa kata-kata penolong ini memang benar adanya. Untuk
memenuhi ketentuan pertama ini, seringkali tenaga profesional (psikolog,
konselor) lebih efektif daripada orang tua atau guru sendiri.
2. Kemurnian Hati
Remaja
harus merasa bahwa penolong itu sungguh-sungguh mau membantunya tanpa syarat.
3. Kemampuan Mengerti dan Menghayati (Emphaty) Perasaan Remaja
Dalam
posisi yang berbeda antara anak dan orang dewasa (perbedaan usia, status, cara
berpikir dan sebagainya), sulit bagi orang dewasa (khususnya orang tua) untuk
berempati pada remaja karena setiap orang (khususnya yang tidak terlatih) akan
cenderung melihat segala persoalan dari sudut pandangannya sendiri dan
mendasarkan penilaian dan reaksinya pada pandangannya itu sendiri.
Sedangkan remajanya sendiri ada
kecenderungan sulit untuk menerima uluran tangan orang dewasa karena tidak ada
empati terkandung di dalam uluran tangan itu.
4. Kejujuran
Remaja
mengharapkan penolongnya menyampaikan apa adanya saja, termasuk hal-hal yang
kurang menyenangkan. Apa yang salah dikatakan salah, apa yang benar dikatakan
benar.
5. Mengutamakan Persepsi Remaja Sendiri
Sebagaimana
sudah dikatakan di atas, sebagaimana halnya dengan semua orang lainnya, remaja
akan memandang segala sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Oleh karena lima
ketentuan tersebut memerlukan keterampilan tertentu. Maka, pada remaja dengan
perilaku menyimpang, khususnya yang sudah tidak bisa ditangani oleh orang tua
dan anggota keluarga sendiri, perlu kiranya dipikirkan permintaan bantuan
seseorang professional, misalnya psikolog, guru BK, psikiater, konselor,
pekerja sosial, dan sebagainya. Walaupun kadar kemampuan (kualitas) para
professional ini berbeda-beda (tergantung dari pendidikannya, pengalamannya,
dan kemampuan pribadinya masing-masing). Akan tetapi, setidak-tidaknya mereka
mempunyai pengetahuan dan keahlian tertentu yang tidak dimiliki oleh
orang-orang awam.
Dalam
praktiknya, ada beberapa tehnik yang bisa dilakukan oleh para tenaga
professional ini dalam menangani masalah remaja (Adams & Gullotta, 1983: 57-58)
yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukuya, yaitu:
1. Pengetahuan Individual
Remaja
ditangani sendiri, dalam tatap muka empat mata dengan psikolog atau konselor.
Kalaupun diperlukan informasi dari orang tua atau orang-orang lainnya mereka diwawancari
tersendiri pada waktu yang berlainan. Dalam penanganan secara individual ini
bisa dilakukan beberapa tehnik.
a. Pemberian petunjuk atau nasihat (Guidance)
b. Konseling
c. Psikoterapi
Dalam
hubungan ini ada beberapa aliran psikoterapi:
1) Terapi tingkah laku yang
berorientasi pada aliran behaviorisme.
2) Terapi psikoanalitis.
3) Terapi humanistis.
4) Terapi Transpersonal.
2. Penanganan Keluarga
Tujuan
dari tehnik terapi keluarga ini adalah agar keluarga sebagai suatu kesatuan
bisa berfungsi dengan baik dan setiap anggota keluarga bisa menjalankan
perannya masing-masing yang saling mendukung dan saling mengisi dengan anggota
keluarga yang lain.
3. Penanganan Kelompok
Tehnik
yang hamper serupa dengan tehnik keluarga adalah penanganan atau terapi
kelompok. Tujuan dasar teorinya juga hamper sama dengan terapi keluarga.
4. Penanganan Pasangan
Jika
dikehendaki terapi melalui hubungan yang intensif antara dua orang, bisa juga
dilakukan terapi pasangan. Klien ditangani berdua dengan temannya, sahabatnya
atau salah satu anggota keluarganya, dan sebagainya. Maksudnya adalah agar
masing-masing bisa betul-betul menghayati hubungan yang mendalam, mencoba
saling mengerti, saling memberi, saling membela, dan sebagainya.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
dari jawaban rumusan masalah dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan
suatu kesimpulan, yaitu:
1. Asal mulanya perilaku menyimpang
pada remaja, Jensen (1985: 421) menggolongkan ke dalam teori sosiogenik yang
dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya, yaitu teori-teori yang
mencoba mencari sumber penyebab kenakalan remaja pada faktor lingkungan
keluarga dan masyarakat. Selain teori sosiogenik, adapun teori-teori tentang
asal mula kelainan perilaku remaja dapat digolongkan dalam dua jenis teori yang
lain, yaitu teori psikogenik dan teori biogenik.
2. Adapun faktor penyebab tingkah laku
kenakalan remaja oleh Sofyan S. Willis dalam bukunya di kelompokkan tempat atau
sumber kenakalan itu atas empat bagian, yaitu:
a. Faktor-faktor yang Ada Di Dalam Diri
Anak Sendiri
b. Penyebab Kenakalan yang Berasal Dari
Lingkungan Keluarga
c. Penyebab Kenakalan Remaja yang
Berasal dari Lingkungan Masyarakat
d. Sebab-sebab Kenakalan yang Bersumber
Dari Sekolah
3. Untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya perilaku menyimpang, bisa dilakukan usaha untuk meningkatkan
kemampuan remaja dalam bidang-bidang tertentu sesuai dengan kemampuan dan
bakatnya masing-masing.
4. Menurut Rogers (Adams &
Gullotta, 1983: 56-57) yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya,
ada lima ketentuan yang harus dipenuhi untuk membantu remaja:
a. Kepercayaan
b. Kemurnian Hati
c. Kemampuan Mengerti dan Menghayati
(emphaty) Perasaan Remaja
d. Kejujuran
e. Mengutamakan Persepsi Remaja Sendiri
B. Saran
Kepada
seluruh pembaca khususnya orang tua agar dapat lebih memahami serta membimbing
anak remajanya agar kedepannya tidak ada lagi penyimpangan-penyimpangan
kenakalan remaja yang terjadi.
DAFTAR
PUSTAKA
Mohammad Ali, dkk. 2005. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Sarwono, Sarlito Wirawan.2006.Psikologi Remaja. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Willis,
Sofyan S. 2010. Remaja dan Masalahnya.
Bandung: Alfabeta
Halo Assalamu'alaikum. Boleh saya tau, studi ini adalah skripsi atau hanya karya ilmiah biasa? Terima kasih :)
BalasHapus